Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Seribu Sungai Terima Kasih Kunjungan Anda

Minggu, 29 Juni 2008

Y.S.Agus Suseno



Lahir di Banjarmasin, 23 Agustus 1964. Karya puisi, cerpen, esai pernah terbit di media cetak baik lokal maupun nasional seperti Dinamika Berita, media Masyarakat, Banjarmasin Post, Merdeka, Berita Buana, Suara Karya, Kompao dan lain – lain.

Pernah memenangkan sayembara Karya Tulis Kepahlawanan se-Kalsel (1984), Sayembara Menulis Puisi Himpunan Sastrawan Indonesia (HIMSI ) Kalsel (1985 ), Sayembara Menulis Puisi Berbahasa Banjardalam rangka Hari Jadi Kota Banjarmasin ke-464 ( 1990 ). Puisinya “ Menulis Sajak Membuka Cakrawala Membaca Sejarah “ terpilih sebagai salah satu dari 10 Terbaik nonranking Lomba Tulis Puisi Nasional oleh Sanggar Sastra Minum Kopi Denpasar ( 1990 ).


Perjalanan Pantai


seperti ada yang tertinggal

di seberang mimpi lain jejakmu

sisa kenangan dihanyutkan sesal

memburu kaki langit kelabu

pada senyap musim menggugurkan dedaunan

telah kita baca di bawah angin panas

bias cahaya senja

ditinggalkan matahari

susut perlahan

dikeabadian mati

tapi waktu bakal kjadi lain

perjalanan kelak usai

kesedihan dilarutkan lain beban

sunyi akan jadi asing dikehijauan padang

pada kesabaran hati dan ombak memecah pantai

seperti tak terdengar desir

di hamparan pasir

laut biru di bawah cakwrawala

bergerak menuju samudera

1990

Sabtu, 28 Juni 2008

Micky Hidayat


Lahir di Banjarmasin, 4 Mei 1959.Mulai menulis sejak tahun 1980. Karyanya berupa puisi, esai, kritik sastra, masalah kesenian dan kebudayaan terpublisir di berbagai media cetak lokal dan nasional. Antologi tunggal dan bersama di antaranya: Dahaga (1981), Aku Ingin Jadi Penyair Yang (1982), Penyair Asean (1983), Siklus 5 Penyair Banjarmasin (1983), Terminal (1984), Banjarmasin Kota Kita (1987),Puisi Indonesia ’87 (1987), Kul Kul (1992), Jendela Tanah Air (1995)Refleksi Setengah Abad Kemerdekaan Indonesia (1995), JakartaDalam Puisi Mutakhir (2000), Datang Dari Masa Depan (2000), Antologi Puisi Tsunami (2005), Perkawinan Batu (2005), dan Meditasi Rindu (dalam rencana untuk diterbitkan). Pernah diundang baca puisi da mengikuti berbagai forum sastra di Tanah Air : Banjarmasin, Bali Jogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Riau, dan membacakan puisi-puisinya di TIM pada Pertmuan Sastrawan Jakarta (1986), Forum Puisi Indonesia ’87 (1987) dan Cakrawala Sastra Indonesia (2005).Tahun 1997 ia mengukir prestasi keberhasilannya menciptakan rekor membaca puisi selama 5,5 jam non - stop, dan namanya tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI).Tahun 1998 ia memperoleh Penghargaan Seni dari Pemerintah Provinsi Kalsel.Kini aktif di Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Banjarmasin (ketua) dan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kalimantan Selatan.


Meditasi Rindu

Bagi ayahnda Hijaz Yamani

1.

Mengingat kembali dirimu

Keterasingan dan sunyi pun menyapa

Menulisi air mata, di antara kata-kata liar buruanku

Mengaliri duka cita tak pernah terucapkan

Sekelompok camar membelah laut

Kumandang takbir melayang-layang di udara

Menyusun riwayat dunia yang tak pernah tamat kubaca

Selalu kubaca, berulang-ulang aku membacanya

2.

Tiba-tiba rinduku padamu

Menjelma sebuah menara menjulang

Mengajari udara beterbangan

Dengan kesabaran

Mengusik cuaca dan angin

Cahaya matahari mengirimkan salam dan doa

Yang tumpah dalam kenikmatan ruang dan waktu

Dalam keheningan sempurna

3.

Bayang-bayang wajahmu

Menjelma rembulan dan bintang-bintang

Di hamparan sajadah kebijaksanaan

Kekhusukan tasbih dan tahmid

Dengan kesetiaan samudera

Berkelebatan ayat-ayat

Berkilauan rahasia-rahasia

Tebing-tebing mimpi dunia

Yang diselimuti kabut

Dalam tahajud sunyi

4.

Mendaki, mendaki

Mendakilah !

Semadi, semadi

Semadilah !

Hingga ke puncak zikir kembara

Telah engkau reguk kehidupan fana dengan air mata

Telah engkau enyahkan kilau-kemilau dan kecemasan dunia

Menuju ketenangan maha sempurna

5.

Telah engkau tamatkan membaca beribu ayat

Hingga menerangi alam semesta

Telah engkau tuntaskan tafakur dalam keheningan

Berkhalwat dalam salawat

Cahaya nabi dan para rasul

Mengembara menuju mahsyar

Bertakbir tak habis-habis takbir

Di keluasan sajadah

Hingga sujud dalam rakaat demi rakaatmu

Menyentuh surga

6.

Dan aku di sini, di puncak kerinduan ini

Beribu tahun memunguti kesepian tak terperi

Dalam ketidakberdayaan, di ruang kefanaanku

Dan menanti, akankah kau datang lagi dengan senyum khasmu

Kemudian pergi tanpa pamit bersama mimpiku yang mawar

Juga rinduku tak terpuaskan

7.

Sebagaimana sajak-sajak yang mengalir

Dari kawah batinku, pada setiap puncak pendakianku

Selalu saja menulisi kecemasan dunia

Menangisi luka bulan, bintang-bintang, dan matahari

Mentasbihkan kebijakan dan kebajikan

Menzikirkan kebaikan dan kebenaran

Yang pernah kau ajarkan diam-diam padaku

Seperti kediaman batu-batu

8.

O, bapak, sebagaimana puisi-puisimu

Yang kini tak bisa lagi bicara

Tetapi masih berulang-ulang kubaca

Aku baca !

Sebagaimana aku terus belajar mengeja

Dan mencari kata-kata

Sebagaimana aku terus belajar membaca

Isyarat dan gerak zaman

Sambil mengumandangkan ayat-ayat kebenaran

Dengan cahaya zikir dan air mata doa

Mengkristal dalam jiwamu yang mawar

Bersemayam cahaya maha cahaya-Nya


2001/2003

M.S.Sailillah



Lahir di Pelaihari,19 Juni 1953. Menyelesaikan S 1 Jurusan Jurnalistik dan S 2 Universitas Doktor Sutomo Surabaya. Dalam kiprahnya di dunia kesenian pernah mendapat penghargaan dari Gubernur Kalsel bidang teater (1998). Beberapa antologi bersana antara lain : antologi puisi BUNGA API. 19 AGUSTUS 94, JENDELA TANAH AIR 1995, PETA PENYAIR KALSEL, TITIAN, PUISI RELIGI BULAN RAMADHAN, UNTAIAN MUTIARA 88 dll. Selain itu juga beberapa kali menghadiri undangan Temu Sastra antara lain di Solo dan Temu Sastra Kepulauan II di Makassar. Dalam kesehariannya membina anak anak murid TK Al Qur’an dengan durasi waktu sekali seminggu yaitu latihan teater, pidato dan baca puisi . Usahanya ini nampaknya tidak sia sia terbukti anak anak asuhannya berhasil menjadi yang terbaik di tingkat Nasional yaitu di Surabaya tahun 2000 di Jakarta 2003 dan di Yogyakarta tahun 2005 pada bidang drama anak anak, puitisasi Al Quran, ikrar santri dan pidato pada Festival Anak Saleh. Dalam komunitas terater Sailillah juga beberapa kali mengikuti temu teater tingkat Nasional dan Regional baik sebagai pemain, awak pentas maupun sutradaraBeberapa buah puisinya ciptaanya juga telah dijadikan lirik lagu oleh pencipta lagu Kalimantan Selatan diantaranya Sisigan Sungai, Doa untuk bunda , Maayun anak, Sound Track Sinetron Dokter Hayati dll Penyiar dan host pada Radio Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Sub Dinas Pemasaran Seni dan Budaya pada Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Banjarmasin. Didalam beberapa organisai kesenian antara lain sebagai Koordinator Bidang Teater dan Film Dewan Kesenian Kalsel, Pengurus PARFI Cabang Kalimantan Selatan, Sekretaris Himpunan Sastrawan Indonesia (HIMSI) Kal Sel dan sebagai Ketua Kelompok Study Seni Sanggar Budaya Kal Sel


Hidup 1


ketika malam, merenung dia disaat orang orang memungut serpih serpih

mimpi tentang ; perahu yang luka , sajak sajak yang liar, huma yang terlantar

dan seribu jarum yang menghunjam di kepala

dengan lembut kubelai rambutnya, sambil membisikan kata

adikku, inilah kota yang menghimpit kecemasan kita

tebing tebing kaca banjarmasin yang kian terjal

kita daki dan kau tentu tahu itu

malam adalah jantung ombak di lautan yang berdebar di lautan

yang tak sepi dari rahasia dan kegelisahan

yang tak bosan membanting kuntun demi kuntum kehidupan

maka janganlah berhenti dalam suatu

meski pelabuhan sepi

tiba tiba

lelakiku, remajaku

berlayarlah dengan tegar

sebelum langit memijar

sebelum laut menggelegar

Banjarmasin Deppen Kodya 94

Bunga Api,19 Agustus 94


Dari Jurang Menganga Kau Panggil Namaku



atas nama Kau yang kurindu

biarkan cintaku menggurat lazuardi

nafasku Kau coretkan di lengkung lengkung

nasib

meski musykil

tapi nyata

waktu

kita bercumbu dalam gubuk misteri

di nafas-Mu ada kesejukkan hakiki

yang

saling

berpacu dan

terpacu

atas nama Mu yang dekat sekali

bagai detak dan detik bagai jerit dan derit

bagai rasa dan kuasa

biarkan kami menghimpun titik nadir cinta-Mu

sebelum bulan memenjara

percintaan

ini

dalam ajang sepi-Mu Engkaulah samuderaku maha luas

yang membenamkan noktah noktah

di

dasar

Mu

Banjarmasin Deppen Kodya 94

BUNGA API 19 AGUSTUS 94


KOTAKU, CINTAKU


Dengan apakah mesti kukatakan

Menatap wajahmu dalam pedih

Meniti nadimu membelah telaga mimpi

O, kotaku cintaku yang merambah bunga

Dengan tubuh lunglai disibak rinai hujan

Kau beringsut meniti kemarau panjang

Dalam lengkung tarikan busur kehidupan

Anak panahpun lepas dalam ketidak mengertian

Tanpa ekspresi kami coba menatap senyum itu

Tanpa cinta membuahkan sesuatu yang musykil

O, kotaku tercinta yang tergilas beban kerakusan anak adam

harapan kian menua

Dengan apakah harus kukatakan

Melihat lenggangmu yang masih saja mengundang decak cinta

kotaku,, cintaku, perawan tua ku yang manis

Cinta yang miskin kemesraankah yang membetot betot imajinasiku

Di kamar pondokku, diliang lahatku

Betapa cantik wajahmu

Ketika tersenyum di kaca jendela pada suatu pagi

Walau dalam tatap tualang kau gadis yang lugu

Kotaku, kubilang kau gemuruh laut didadaku

Kau bunga liar di padang perburuan yang menebarkan beribu romaa

Aku merasa aneh pagi ini tiba tiba saja aku jadi teringat padamu

Tiba tiba aku sangat ingin menatap wajahmu dalam dalam lalu mengecup keningmu

O, kiranya kau dalam usia senja


Pelaihari,desember 94


P E L A I H A R I


Pagar bukit seperti sepasukan silhuet

beterbangan bunga bunga ilalang di markas harapan

kau dekap nafasku di dadamu pelaihari

seketika mataku menyaput padang akanan

dan ujung jemariku menyentilkan butiran pasir putihmu

kau kelilipan tapi anakku yang merintih sambil menggigit bibirnya hingga berdarah

pelaihari, pelaihari di pagar matahari lintang

masihkah juga kau dengar rindu kami yang terbang seperti bunga bunga ilalang

yang beterbangan

Tanah kelahiran

bertumpang tindih kecemasan dan sakwasangka

rasa membeban helaan nafas gunung

aku ingin bersiul agar kau mendengarnya seperti nyanyi surgawi

Badai, akankah meregang juga dalam nafas semenanjung langit

disini kita berbaring di peraduan samudera nenek moyang

tapi jangan tatap matanya sebab kerdipya adalah kilau belati

yang akan membedahkan sepi

Pelaihari

adalah ibuku yang terbaring dalam senyum damai

menanti tunas tunas mimpi sang kekasih

bermekaran


Pelaihari,1989



SAJAK DUKA


Kertas itu kuterima dengan keterasingan diriku, ketika

lonceng berdentang tiga kali, ketika kokok ayam pertama

merobek pagi

Kutulis entahlah apakah ini boleh disebut tulisan

sebab tak serapi cakar ayam sekalipun.

ada nyanyi serangga di pohon perdu

berbagi duka dan ketakutan

menyempurnakan lelah dan duka

jatuh dan bersijingkat dalam kata

akhirnya aku dapat menggapai pundakNya

menggapai gapai dan berdiri lagi,

mencemoret awan lalu berdiri lagi

menggugah alam

dan berdiri lagi

Tuhan

kertasku kusam, tintaku tanpa warna sementara tanganku gemetaran menulisnya

Tapi aku tulis juga surat ini untukMu

inilah larik larikku dalam duka

yang panjang

Pelaihari, Mei 1980