
Lahir di Pelaihari,19 Juni 1953. Menyelesaikan S 1 Jurusan Jurnalistik dan S 2 Universitas Doktor Sutomo Surabaya. Dalam kiprahnya di dunia kesenian pernah mendapat penghargaan dari Gubernur Kalsel bidang teater (1998). Beberapa antologi bersana antara lain : antologi puisi BUNGA API. 19 AGUSTUS 94, JENDELA TANAH AIR 1995, PETA PENYAIR KALSEL, TITIAN, PUISI RELIGI BULAN RAMADHAN, UNTAIAN MUTIARA 88 dll. Selain itu juga beberapa kali menghadiri undangan Temu Sastra antara lain di Solo dan Temu Sastra Kepulauan II di Makassar. Dalam kesehariannya membina anak anak murid TK Al Qur’an dengan durasi waktu sekali seminggu yaitu latihan teater, pidato dan baca puisi . Usahanya ini nampaknya tidak sia sia terbukti anak anak asuhannya berhasil menjadi yang terbaik di tingkat Nasional yaitu di Surabaya tahun 2000 di Jakarta 2003 dan di Yogyakarta tahun 2005 pada bidang drama anak anak, puitisasi Al Quran, ikrar santri dan pidato pada Festival Anak Saleh. Dalam komunitas terater Sailillah juga beberapa kali mengikuti temu teater tingkat Nasional dan Regional baik sebagai pemain, awak pentas maupun sutradaraBeberapa buah puisinya ciptaanya juga telah dijadikan lirik lagu oleh pencipta lagu Kalimantan Selatan diantaranya Sisigan Sungai, Doa untuk bunda , Maayun anak, Sound Track Sinetron Dokter Hayati dll Penyiar dan host pada Radio Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan dan Kepala Sub Dinas Pemasaran Seni dan Budaya pada Dinas Pariwisata Seni dan Budaya
Hidup 1
ketika malam, merenung dia disaat orang orang memungut serpih serpih
mimpi tentang ; perahu yang luka , sajak sajak yang liar, huma yang terlantar
dan seribu jarum yang menghunjam di kepala
dengan lembut kubelai rambutnya, sambil membisikan kata
adikku, inilah
tebing tebing kaca
kita daki dan kau tentu tahu itu
malam adalah jantung ombak di lautan yang berdebar di lautan
yang tak sepi dari rahasia dan kegelisahan
yang tak bosan membanting kuntun demi kuntum kehidupan
maka janganlah berhenti dalam suatu
meski pelabuhan sepi
tiba tiba
lelakiku, remajaku
berlayarlah dengan tegar
sebelum langit memijar
sebelum laut menggelegar
Bunga Api,19 Agustus 94
Dari Jurang Menganga Kau Panggil Namaku
atas nama Kau yang kurindu
biarkan cintaku menggurat lazuardi
nafasku Kau coretkan di lengkung lengkung
nasib
meski musykil
tapi nyata
waktu
kita bercumbu dalam gubuk misteri
di nafas-Mu ada kesejukkan hakiki
yang
saling
berpacu dan
terpacu
atas nama Mu yang dekat sekali
bagai detak dan detik bagai jerit dan derit
bagai rasa dan kuasa
biarkan kami menghimpun titik nadir cinta-Mu
sebelum bulan memenjara
percintaan
ini
dalam ajang sepi-Mu Engkaulah samuderaku maha luas
yang membenamkan noktah noktah
di
dasar
Mu
BUNGA API 19 AGUSTUS 94
KOTAKU, CINTAKU
Dengan apakah mesti kukatakan
Menatap wajahmu dalam pedih
Meniti nadimu membelah telaga mimpi
O, kotaku cintaku yang merambah bunga
Dengan tubuh lunglai disibak rinai hujan
Kau beringsut meniti kemarau panjang
Dalam lengkung tarikan busur kehidupan
Anak panahpun lepas dalam ketidak mengertian
Tanpa ekspresi kami coba menatap senyum itu
Tanpa cinta membuahkan sesuatu yang musykil
O, kotaku tercinta yang tergilas beban kerakusan anak adam
harapan kian menua
Dengan apakah harus kukatakan
Melihat lenggangmu yang masih saja mengundang decak cinta
kotaku,, cintaku, perawan tua ku yang manis
Cinta yang miskin kemesraankah yang membetot betot imajinasiku
Di kamar pondokku, diliang lahatku
Betapa cantik wajahmu
Ketika tersenyum di kaca jendela pada suatu pagi
Walau dalam tatap tualang kau gadis yang lugu
Kotaku, kubilang kau gemuruh laut didadaku
Kau bunga liar di
Aku merasa aneh pagi ini tiba tiba saja aku jadi teringat padamu
Tiba tiba aku sangat ingin menatap wajahmu dalam dalam lalu mengecup keningmu
O, kiranya kau dalam usia senja
Pelaihari,desember 94
P E L A I H A R I
Pagar bukit seperti sepasukan silhuet
beterbangan bunga bunga ilalang di markas harapan
kau dekap nafasku di dadamu pelaihari
seketika mataku menyaput
dan ujung jemariku menyentilkan butiran pasir putihmu
kau kelilipan tapi anakku yang merintih sambil menggigit bibirnya hingga berdarah
pelaihari, pelaihari di pagar matahari lintang
masihkah juga kau dengar rindu kami yang terbang seperti bunga bunga ilalang
yang beterbangan
Tanah kelahiran
bertumpang tindih kecemasan dan sakwasangka
rasa membeban helaan nafas gunung
aku ingin bersiul agar kau mendengarnya seperti nyanyi surgawi
Badai, akankah meregang juga dalam nafas semenanjung langit
disini kita berbaring di peraduan samudera nenek moyang
tapi jangan tatap matanya sebab kerdipya adalah kilau belati
yang akan membedahkan sepi
Pelaihari
adalah ibuku yang terbaring dalam senyum damai
menanti tunas tunas mimpi sang kekasih
bermekaran
Pelaihari,1989
SAJAK DUKA
Kertas itu kuterima dengan keterasingan diriku, ketika
lonceng berdentang tiga kali, ketika kokok ayam pertama
merobek pagi
Kutulis entahlah apakah ini boleh disebut tulisan
sebab tak serapi cakar ayam sekalipun.
ada nyanyi serangga di pohon perdu
berbagi duka dan ketakutan
menyempurnakan lelah dan duka
jatuh dan bersijingkat dalam kata
akhirnya aku dapat menggapai pundakNya
menggapai gapai dan berdiri lagi,
mencemoret awan lalu berdiri lagi
menggugah alam
dan berdiri lagi
Tuhan
kertasku kusam, tintaku tanpa warna sementara tanganku gemetaran menulisnya
Tapi aku tulis juga
inilah larik larikku dalam duka
yang panjang
Pelaihari, Mei 1980
3 komentar:
Ku harap Bpk.Sailillah yg membimgbing saya pd ajang POSPENAS V tingkat Nasional di Surabaya nanti...
Semoga Allah SWT menempatkanmu pada sebaik baiknya tempat disisiNYA, aamiin YRA pamanda hati ini selalu mencintai dan merindukanmu. Al Fatihah
Ya allah teringat guru yg tegas kalo lg latihan dan alhamdulillah selalu sabar dan baik dlm mendidik anak murid.al fatihah buat bapa sailillah😭😭😭
Posting Komentar