Selamat Datang di Kawasan Penyair Kota Seribu Sungai Terima Kasih Kunjungan Anda

Sabtu, 28 Juni 2008

Micky Hidayat


Lahir di Banjarmasin, 4 Mei 1959.Mulai menulis sejak tahun 1980. Karyanya berupa puisi, esai, kritik sastra, masalah kesenian dan kebudayaan terpublisir di berbagai media cetak lokal dan nasional. Antologi tunggal dan bersama di antaranya: Dahaga (1981), Aku Ingin Jadi Penyair Yang (1982), Penyair Asean (1983), Siklus 5 Penyair Banjarmasin (1983), Terminal (1984), Banjarmasin Kota Kita (1987),Puisi Indonesia ’87 (1987), Kul Kul (1992), Jendela Tanah Air (1995)Refleksi Setengah Abad Kemerdekaan Indonesia (1995), JakartaDalam Puisi Mutakhir (2000), Datang Dari Masa Depan (2000), Antologi Puisi Tsunami (2005), Perkawinan Batu (2005), dan Meditasi Rindu (dalam rencana untuk diterbitkan). Pernah diundang baca puisi da mengikuti berbagai forum sastra di Tanah Air : Banjarmasin, Bali Jogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Riau, dan membacakan puisi-puisinya di TIM pada Pertmuan Sastrawan Jakarta (1986), Forum Puisi Indonesia ’87 (1987) dan Cakrawala Sastra Indonesia (2005).Tahun 1997 ia mengukir prestasi keberhasilannya menciptakan rekor membaca puisi selama 5,5 jam non - stop, dan namanya tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI).Tahun 1998 ia memperoleh Penghargaan Seni dari Pemerintah Provinsi Kalsel.Kini aktif di Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Banjarmasin (ketua) dan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kalimantan Selatan.


Meditasi Rindu

Bagi ayahnda Hijaz Yamani

1.

Mengingat kembali dirimu

Keterasingan dan sunyi pun menyapa

Menulisi air mata, di antara kata-kata liar buruanku

Mengaliri duka cita tak pernah terucapkan

Sekelompok camar membelah laut

Kumandang takbir melayang-layang di udara

Menyusun riwayat dunia yang tak pernah tamat kubaca

Selalu kubaca, berulang-ulang aku membacanya

2.

Tiba-tiba rinduku padamu

Menjelma sebuah menara menjulang

Mengajari udara beterbangan

Dengan kesabaran

Mengusik cuaca dan angin

Cahaya matahari mengirimkan salam dan doa

Yang tumpah dalam kenikmatan ruang dan waktu

Dalam keheningan sempurna

3.

Bayang-bayang wajahmu

Menjelma rembulan dan bintang-bintang

Di hamparan sajadah kebijaksanaan

Kekhusukan tasbih dan tahmid

Dengan kesetiaan samudera

Berkelebatan ayat-ayat

Berkilauan rahasia-rahasia

Tebing-tebing mimpi dunia

Yang diselimuti kabut

Dalam tahajud sunyi

4.

Mendaki, mendaki

Mendakilah !

Semadi, semadi

Semadilah !

Hingga ke puncak zikir kembara

Telah engkau reguk kehidupan fana dengan air mata

Telah engkau enyahkan kilau-kemilau dan kecemasan dunia

Menuju ketenangan maha sempurna

5.

Telah engkau tamatkan membaca beribu ayat

Hingga menerangi alam semesta

Telah engkau tuntaskan tafakur dalam keheningan

Berkhalwat dalam salawat

Cahaya nabi dan para rasul

Mengembara menuju mahsyar

Bertakbir tak habis-habis takbir

Di keluasan sajadah

Hingga sujud dalam rakaat demi rakaatmu

Menyentuh surga

6.

Dan aku di sini, di puncak kerinduan ini

Beribu tahun memunguti kesepian tak terperi

Dalam ketidakberdayaan, di ruang kefanaanku

Dan menanti, akankah kau datang lagi dengan senyum khasmu

Kemudian pergi tanpa pamit bersama mimpiku yang mawar

Juga rinduku tak terpuaskan

7.

Sebagaimana sajak-sajak yang mengalir

Dari kawah batinku, pada setiap puncak pendakianku

Selalu saja menulisi kecemasan dunia

Menangisi luka bulan, bintang-bintang, dan matahari

Mentasbihkan kebijakan dan kebajikan

Menzikirkan kebaikan dan kebenaran

Yang pernah kau ajarkan diam-diam padaku

Seperti kediaman batu-batu

8.

O, bapak, sebagaimana puisi-puisimu

Yang kini tak bisa lagi bicara

Tetapi masih berulang-ulang kubaca

Aku baca !

Sebagaimana aku terus belajar mengeja

Dan mencari kata-kata

Sebagaimana aku terus belajar membaca

Isyarat dan gerak zaman

Sambil mengumandangkan ayat-ayat kebenaran

Dengan cahaya zikir dan air mata doa

Mengkristal dalam jiwamu yang mawar

Bersemayam cahaya maha cahaya-Nya


2001/2003

Tidak ada komentar: